Sabtu yang panas, dengan darah yang mengganas
Aku tak tahu caranya terlepas
Darinya yang selalu membuat segalanya menjadi sulit
Akankah sebuah keajaiban terjadi?
Entahlah.
Angin yang berhempus tidak sepoi-sepoipun tidak mau memberikan jawaban
Atau rumput yang terpaksa bergoyang meskipun kaki telah menginjak
Harus bagaimana aku?
Duhai naluriku, aku bertanya padamu harus bagaimana aku?
Nalurikupun menjawab,
Aku tahu bahwa dia sangat kejam
Bukan saja kepada yang lain
Bahkan nuraninya sendiripun, tertutupi oleh murkanya
Ketika kesombongan menjadi tameng
Dan kemarahan menjelma menjadi kesombongan
Ya, tuanku, aku hanya bertanya
Untuk apa kau teruskan semua ini?
Bukankah kau tau taqdir-Nya itu pasti ada?
Bukankah umurmu terus menua?
Ubanmu pun sudah tidak bisa lagi berkata-kata,
Tetapi lagi-lagi kau tutupi dia dengan Miranda
Ya, tuanku
Aku akan menanti saat dimana aku tidak lagi menjadi abdimu
Apakah kau akan menolongku saat itu?
Atau, apakah kau akan mengharapkan uluran tanganku saat itu?
Tidak ada yang tahu.
Aku hanya tau, senja akan datang, dan matahari akan pergi.
Membawa kita dan kenangan buruk ini ke dalam hati, menguburnya sedalam-dalam aku meyakini
Tangerang Selatan, 18 September 2021
Post a Comment