"Alhamdulillah,
acara pagi ini telah selesai, semoga ke depannya kita diberikan kemudahan untuk
melengkapi prosedur-prosedur berikutnya. Apa yang kita lakukan ini semoga
bagian untuk membangun negeri kita tercintan. Terima kasih Bapak-bapak sudah berkenan
hadir, dipersilakan jika ada kesibukan lain, dapat meninggalkan atau menunggu
di sini.", ucap Rum menutup pertemuan pagi itu, salah satunya dengan Arya
Pitaloka, pemilik kebun kopi yang memonopoli sebagian besar perkebunan di
daerah Kepahiang, Lebong, dan Rejang Lebong.
Lima belas menit yang lalu, handphone Ruminten sempat terjatuh dari
meja. Ia mencoba meraih handphone yang telah dipenuhi beberapa miscall itu.
Firasat yang memenuhi pikirannya, akhirnya tertutupi dengan sebuah chat dari suaminya.
"Dek, aku
mau balik ke Bengkulu sore ini ya. Boleh nggak kalau aku dimasakin Gudeg Jogja,
Krecek, dan Nasi Uduk?"
Iapun lantas
mengetikan mengiyakan permintaan suaminya itu. Bagaimana tidak, ini baru hari
kedua seemenjak suaminya berangkat, eh kok sudah mau pulang lagi. Beberapa
miscall itu ternyata berasal dari Bapak Hidayat, bagian kepegawaian yang hendak
menanyakan kepadanya beberapa hal terkait dengan kemungkinan promosi Ruminten
ke daerah lain. Lantas, ia abaikan saja telepon itu. Rum berfikir tinggal di
daerah Bengkulu bukan hal yang salah. Meskipun kota itu menjadi kota yang
paling sederhana dari sekian banyak provinsi di Indonesia, tapi itu tidak
menyulut niatnya untuk berpindah ke kota lain. Ia masih tetap ingin disini.
Berkumpul dengan suaminya, meski hanya satu minggu sekali.
***
"Selamat
pagi, kami siap melayani Anda."
Semangat Ruminten
pagi ini kembali meninggi dengan semangat pelayanan. Ia kembali bekerja seperti
biasanya, meski musim hujan masih melanda daerah ini. Gerimis di pagi hari,
membuatnya ingin meneguk secangkir kopi. Iapun segera memanggil Eni, seorang OB
yang menjadi teman dekatnya ketika yang lain belum sampai di kantor.
"Mbak En,
aku minta dibuatin kopi ya Mbak. Yang sachet aja Nggak apa-apa Mbak.",
kata Rum.
Eni yang baru
saja duduk untuk kembali meraih sapu, membersihkan bolak balik halaman depan
kantor kecil itupun mendekati Rum dan segera berlari ke dapur. Ruminten tidak
memiliki sekretaris. Agendanya pun dalam sehari bisa dihitung. Dia lebih suka
mengerjakan dan mengagendakan semuanya sendiri. Wanita mandiri dan misterius,
adalah sebutan teman-temannya kepadanya sejak dari jaman kuliah dahulu.
"Ini Mbak,
kopinya.", ucap Eni menghantarkan sebuah kopi hitam yang dituangkan
kedalan gelas kecil berwarna kuning. Kopi itu diletakkan ke dekat meja
Ruminten, di bawah Televisi.
"Hari ini di
kantor aja Mbak? Kemarin kenapa Pak Arya kesini Mbak?", kata Eni mengajak
berbicara Ruminten yang bolak balik men-scroll handphone-nya.
"Hari ini
aku free, Mbak. Di kantor aja. Sebenarnya aku lagi pengen jeruk lebong, Mbak.
Tapi kayaknya lagi nggak musim sekarang.", ucap Ruminten menjawab
pertanyaan Eni. Sebagai pegawai yang sudah lama bergabung di kantor kecil itu,
Eni sudah hafal dan malah menjadi sesepuh kantor melebih Ruminten dan Santos.
Ia dan Pak Cik menjadi beberapa orang yang sangat hafal betul daerah itu.
Termasuk seluk beluk misteri dan keseramannya.
Tak lama
kemudian, Santos mengetuk pintu.
"Tok tok
tok... Mbak Rum ada En?", kata Santos kepada Eni sambil sesekali mengintip
di balik jendela kaca."
Mengetahui ada
tamu lain, Eni pun segera keluar dan mempersilakan Santos masuk, setelah
mendapat persetujuan dari Ruminten untuk menyuruh Santos masuk.
"Mbak Rum,
maaf pagi-pagi saya datang ke sini. Tapi hari ini sepertinya kita harus pergi
visit ke Lebong, Mbak. Pak Sudiro meminta kita untuk bertemu sebagai
narasumber, Mbak. Kata Pak Sudiro ada acara sosialisasi untuk beberapa
pengusaha di Lebong Mbak. Harusnya yang datang dari KPP Curup, cuman sedang
berhalangan. Apa Mbak Rum berkenan Mbak?", kata Santos.
"Wah, pas
sekali. Sebenarnya aku lagi kebayang makan jeruk Lebong. Kira-kira dari Mas
Santos siap materinya nggak? Kalau siap, ayo kita berangkat. Acaranya jam
berapa?"
"Jam 13.30,
Mbak. Tapi kalau tidak selesai ada kemungkinan sampai malam, Mbak."
"Oh, Oke,
Minta bantuan disiapkan materinya ya Mas. Nanti kalau sudah bisa diforward ke
email atau whatsapp ku."
Keinginan
Ruminten untuk memakan jeruk lebong pun sepertinya mendekati kenyataan. Hari
ini, ia memutuskan untuk mengisi acara penyuluhan terkait pajak di kota kecil
Lebong. Kota yang dahulu terkenal dengan tambang emasnya. Bahkan, ada rumor
yang tersebar bahwa emas lebong termasuk yang dipakai di tugu Monas Jakarta.
Post a Comment